Gelapnya lorong becek itu diterangi oleh cahaya redup hp Sarah, guna menunjukan arah jalan yang dia tuju. Matanya menerawang dalam kegelapan, gadis itu gemetar hebat. Apa yang terjadi padanya tadi malam adalah sebuah misteri.
Dia kembali teringat, saat itu di sebuah bar. Dia datang bersama beberapa teman, menikmati pesta malam yang menyenangkan. Takkan terjadi apa apa, itulah yang dia kira.
Sekarang dengan gemetaran, dia berjalan melewati gedung satu ke gedung lainnya pada pukul tiga pagi. Semuanya tampak buram. Dia melewati sebuah motel tua penuh tikus, dan sebuah pub.
Sarah terus menyusuri pinggiran jalan sekitar tempat tinggalnya, yang di kelilingi oleh rimbunan lebat pepohonan. Dia berjalan, sesekali memejamkan mata untuk beberapa saat.
Berlindung di balik jaketnya untuk sedikit kehangatan dari hujan yang mengguyur tubuhnya dan terasa seperti sangat lama. Sesaat sebelum kelopak matanya berkedip, sesuatu berkilat di sudut penglihatan Sarah. Sontak saja dia kembali terbelalak, dan pupilnya melebar. Dia melihat ke sekeliling.
Tak nampak apapun karena gelap dan derasnya hujan. Dia berbalik dan melanjutkan berjalan, berharap segera sampai di rumah. Sembari dia terus menoleh kesana kemari, teringat olehnya sebuah jalan pintas yang pernah dia lewati dulu saat kanak kanak ketika sedang bermain petak umpet dengan teman teman masa kecilnya.
Namun jalan itu terjulur menembus hutan. Sarah yang kedinginan merasa ragu, tapi kemudian memutuskan bahwa jalan pintas tersebut akan mempercepat sampainya dia di rumahnya yang hangat.
Sarahpun melangkah menuju hutan. Ketika dia hendak berjalan memasuki hutan, terlihat tiga pepohonan bergambar sebuah tanda. Tanda yang tak dimengerti olehnya, tampak seperti sebuah lingkaran dengan silang X ditengah tengah. Dia kemudian tahu tanda itu tak berarti, jadi dia menganggap mungkin itu simbol dari geng atau semacamnya. Diapun memasuki hutan, dan terkenang akan masa masa indahnya dulu saat dia masih kecil. Dengan lantang dia berbicara dalam hati kepada dirinya sendiri,
"Aku rindu saat saat itu. Dulu sekali ketika dunia masih bukan tempat yang bur-"
Suaranya terpotong. Sarah mendengar bunyi ranting patah yang keras jauh dari arah belakangnya. Ketakutan, diapun mulai berlari menembus hutan, dan segera saja dia kehilangan arah. Dia terus berlari ke segala arah, berharap menemukan jalan keluar. Karena begitu panik kakinya tersandung akar yang menjulur di tanah, diapun terjatuh. Keinginan untuk segera berdiri membuat kakinya semakin nyeri. Persendiannya terkilir.
"Seseorang aku mohon... Tolong aku!" teriaknya.
Gemerisik dedaunan kembali terdengar. Dia ingin segera bangkit dan berlari, namun luka itu membuatnya tak mampu bergerak. Dia memejamkan mata dengan panik, ketika dia membuka mata, seorang pria pucat, tinggi, dengan setelan jas hitam berdiri di hadapannya. Segera penglihatannya memburam karena sosok pria itu. Gadis itu mulai menjerit ngeri, tapi segera terbungkam oleh pria yang berada persis di hadapannya dalam kegelapan.
****************************
Pukul empat pagi. Seorang yang dahulu remaja muda, sekarang adalah psikopat berdarah dingin. Jeff the killer baru saja menyelesaikan apa yang di sebutnya sebagai "kegiatan harian". Yaitu pembantaian orang orang tak bersalah, itu adalah hal yang selalu memenuhi otak Jeff. Dia menyeret kakinya menapaki semen basah dan memasuki tempat yang dianggapnya sebagai rumah selama bertahun tahun. Jeff melangkahkan kaki memasuki dunia kenangan tragis, sambil menggenggam dua botol wiski dengan satu tangan. Jeff sudah menjadi mesin pembunuh mabuk.
Pikirannya di penuhi aroma pembunuhan. Pikiran yang sudah bersemayam di otak saikonya sejak dia lahir. Tetesan air hujan membentur atap rumah usang itu, dan Jeff teringat akan malam dimana dia telah membantai seluruh anggota keluarganya. Dia terkekeh oleh kenangan itu. Bukan karena kegilaanya, mungkin karena dia berpikir akan penyesalan. Rasa bersalah yang dalam karena telah merenggut nyawa dari orang orang yang dia cintai dulu. Tapi perasaan seperti itu sungguh tidak mungkin saat ini. Karena Jeff hanya tercipta untuk satu tujuan, hanya satu. Kematian.
Jam lima lebih enam menit pagi. Dia meneguk alkoholnya.
"Ngapain juga aku duduk disini..!" Jeff menggerutu.
Kemudian dia bangkit berdiri dan berjalan keluar, merentangkan tubuhnya, dan kembali menelan seteguk wiski. Alkohol melumuri bibir berdarahnya yang hangat, dan terasa olehnya suatu sensasi yang aneh. Sesuatu yang genting menohok pemikirannya. Dia berdiri mematung di ruangan itu, menatap keluar ke arah hutan di seberang sana. Jeff memeriksa kantungnya, yang berisi rokok, pemantik, dan tentu saja sebilah pisau. Jeff tahu ada sesuatu yang salah. Perasaan yang menohok itu adalah campuran dari hasrat untuk membunuh lagi, dan sesuatu yang sangat berbeda dari yang pernah dia rasakan.
Dia menerjang keluar dari rumahnya, menuju kedalam malam yang dingin dan basah. Sekarang Jeff berada di sebuah jalan gelap, penerangannya hanya bersumber dari lampu jalan yang remang remang. Hujan masih mengguyur, membasahi punggung Jeff. Dia mulai melangkah menuju hutan. Dengan agak sempoyongan, karena pengaruh alkoholnya yang terlalu keras. Si pembantai itu pun memasuki hutan lebat di hadapannya.
Sekilas dia menoleh ke kiri. Jeff tak terlalu jauh dari pemakaman. Dia melangkah melewatinya. Sebuah pemikiran merangsek otak Jeff, seperti angin yang bertiup di siang bolong. Sisa sisa dari keluarganya berada di pemakaman itu, hanya berjarak satu kaki darinya, dan membuatnya tertegun.
Dia menggerakkan kakinya menuju ke pemakaman. Dia terpeleset beberapa kali saat jaraknya semakin dekat. Dia pun tiba di sana. Bau busuk kematian dari Jeff menyebar, dari jaket yang berlumur darah para korbannya. Jeff memandang ke sebuah nisan batu yang lembab. Penglihatannya terlalu kabur untuk membaca tulisan yang terukir di sana, karena itu, diapun hanya berdiri dan menatap dalam diam. Batin Jeff mulai terasa pilu, dan tenggorokannya mengering. Perasaan yang di rasakanya beberapa menit yang lalu kembali muncul.
Jeff pun segera berbalik menuju hutan. Sambil terhuyung huyung, matanya menerawang ke sebuah pohon yang berada beberapa kaki jauhnya dari yang lain. Tertancap di sana selembar kertas usang. Matanya memburam, dia tak dapat membaca tulisannya. Diapun mengacuhkan hal itu, dan melangkah lebih jauh dalam kegelapan. Saat dia hampir terbiasa dengan keadaan sekitar, hutan terasa seperti rumah yang sesungguhnya.
Sambil mencengkeram botol wiski, dia meneliti keseluruhan hutan dalam keadaan mabuk total. Kegelapan hutan mengingatkan Jeff akan sebuah aula gelap, dimana dia bisa dengan mudah menggorok leher para korbannya tanpa terlihat.
Dia melanjutkan penjelajahan, dan semakin terpesona. Kegelapan yang hampa melingkupinya. Berbisik dia pada dirinya sendiri sesuatu yang tak jelas, dia mulai berlari kecil. Ada sesuatu yang terasa agak aneh. Suara gemersak dedaunan terdengar terlalu nyaring untuk derap langkah kakinya sendiri. Jeff merasakan intaian di batas penglihatannya.
"Siapa di sana?" seru Jeff.
Terdengar suara hutan yang biasa, tak ada yang aneh. Suara derik jangkrik semakin riuh sembari Jeff meneliti keadaan sekitarnya.
"Ayolah pengecut, aku tak suka bermain main, apalagi petak umpet."
Setelah berteriak seperti itu, Jeff bisa mendengar gemerisik dari semak terdekat. Dia menebasnya sebelum suara gemerisik itu menghilang lagi. Dan terlihat oleh Jeff makhluk itu.
"Dasar tikus tikus sial, kalian ini memang tak lebih daripada hama."
Teriak Jeff sembari tikus tikus itu menelusup ke semak yang lain.
Jeff pun melanjutkan perjalanannya. Hujan yang mengguyur punggungnya mulai agak reda. Penglihatannya semakin memburam, dan sebuah suara kencang menyeruak di kepalanya. Yang ternyata hanya imajinasi sinting Jeff, karena hutan tetap sunyi. Langkahnya berderap kencang, dia bersumpah serapah begitu bising. Hal seperti ini tak pernah dia risaukan sebelumnya.
Kebisingan yang menenggelamkan Jeff lambat laun menghilang. Jeff terduduk menyandar ke pohon. Kedua botol di genggamannya menggelinding ke tanah. Salah satu botol membentur kayu dan pecah berserakan. Suara itu memaksa Jeff kembali tak sadarkan diri. Sembari matanya akan terpejam sekali lagi, penglihatan kaburnya segera terbuka oleh sesuatu berbentuk lonjong, dan putih yang mengitarinya. Sepasang matanya segera melotot tajam karena kaget, akan tetapi benda putih itu kembali menghilang.
"Apa apaan itu tadi?"
Jeff terkekeh oleh keterkejutannya sendiri. Trik apalagi yang dimainkan pikirannya?
"Sekarang aku tahu itu bukan tikus, sialan!"
Dia kemudian mulai menyadari bahwa ada sesuatu yang mengintainya dari dalam kegelapan, menguntitnya sejak tadi.
"Sudah cukup, aku tak sudi main main. Dimana kau, dasar sialan!?" bentak Jeff dengan kencang menunggu sebuah respon. Diapun segera mendapat respon. Ketika dia hendak berjalan lagi, dia merasakan gelitikan lembut di lehernya.
"Itu bukan angin sial, pengecut. Keluar dari semak semak atau kuhabisi kau!" Jeff mulai emosi. Tempat ini benar benar aneh, tapi dia begitu menikmati berada di sana setiap menitnya. Dengan sigap, dikeluarkannya pisau yang berkilau itu dari kantung jaketnya, dan mulai membabati pepohonan di kegelapan.
"Keluarlah kau tolol!" teriaknya. "Tak usah ngumpet terus, aku akan menguliti setiap lapis kulit kayu untuk menggorok lehermu!"
Jeff mengacungkan pisaunya ke arah pohon tinggi dan kurus yang berada di samping kiri penglihatanya, lalu menusuknya. Dia tertegun ketika melihat lebih dekat, bahwa pohon itu, atau yang dia kira pohon memudar di kegelapan dalam sepersekian detik cepatnya. Tak tahu harus bagaimana, dia segera menoleh ke sebelah kanan, dan menghunus ke gelapnya malam. Dia menatap ke rimbunan pepohonan, dan mendapati sesuatu yang tak di duga duga olehnya. Di hadapan bocah saiko itu berdiri pria berbaju hitam, bersih, kurus, dan amat tinggi. Hanya itu awalnya yang diamati Jeff, karena kegelapan mengganggu penglihatannya.
Ketika matanya mulai fokus, dengan cepat dia dapat melihat keseluruhan penampakan pria itu. Yang sangat kurus, berwajah pucat, malah berwarna putih sekali. Sambil Jeff meneliti wajah pria itu, segera dia menyadari bahwa tak ada apapun di wajahnya. "Makhluk" ini tak punya wajah, tidak ada mata, hidung, dan mulut. Hanya kepala putih, dan mulus. Ini membuat Jeff geli, dan segera saja dia terbahak. Dan bukannya terkejut, Jeff malah memaki makhluk di hadapannya itu,
"Jadi kau si tolol yang mengikutiku dari tadi ya heh?"
Tatap Jeff sekali lagi pada wajah kosong itu.
"Kau tahu, aku tak tahu makhluk apaan kau ini, tapi kau mengingatkanku pada diriku sendiri"
"Kau berwajah putih total yang tampan, tapi kau kurang senyuman!"
Jeff tergelak tak terkendali oleh celetukannya sendiri. Belum berhenti tawanya, tiba tiba suara berdenging menyeruak gendang telinganya, hingga membuat Jeff terjatuh. Dia terkungkung oleh kegelapan yang mendadak melingkupinya sambil membekap kedua telinganya yang nyeri. Sosok yang baru saja di ejeknya itu sekarang menyebabkan dia amat sangat kesakitan, bagian wajah makhluk itu yang seharusnya terdapat sepasang mata menghadap lurus ke arah Jeff. Pada titik itu, Jeff terlonjak. Menghempaskan kesakitannya, mengayunkan pisau lagi, dan mulai menebas nebas. Tapi gerakannya sia sia, pria jangkung itu sungguh cepat, hampir seperti berteleportasi ke sana kemari menghindari serangan.
Si pria jangkung menyerang balik. Jeff melihat seperti ada tentakel bergelayut di punggung musuhnya. Yang kemudian menjalar njalar hendak menjerat Jeff, sembari Jeff menebas nebaskan pisaunya ke setiap tentakel yang mendekat. Jeff merangsek dan menebas sesuatu yang tampaknya adalah lengan. Dalam sekejap saja, tentakel itu sudah tumbuh lagi. Membuat Jeff terhenyak. Dia merasa pria itu hampir serupa dengan pohon dengan tentakel itu sebagai ranting ranting nya. Jeff melarikan diri dari hutan, sadar bahwa tak mungkin dia melawan entah makhluk apapun itu di dalam tempat kekuasaanya.
Jeff segera kabur dari penyerangnya, dan mendapati diri sudah sampai di tempat di mana dia tadi masuk ke hutan. Di sebelah kanannya terdapat pemakaman. Tanah lapang. Dia berlari menembus rimbunan pepohonan, terlihat olehnya sebuah pohon terpisah dari yang lainnya. Pohon yang sama yang tadi di lihatnya. Dia berlari ke arah pohon itu, dan membaca sebuah kertas yang tadi dia lihat dari kejauhan.
"Jangan memasuki hutan saat malam, pria jangkung terlihat berkeliaran di sana belakangan ini, beberapa orang menyebutnya Slenderman. Peringatan, jika masuk tanggung resikonya sendiri."
Makhluk apapun itu yang sedari tadi mengintainya ternyata dijuluki Slenderman. Nama yang sangat cocok dengan perawakan sosok jangkung, dan pucat itu. Jeff tergesa gesa menuju area pemakaman, kemudian menunggu musuhnya di sana, sambil menggenggam pisaunya yang tajam dan berlumuran darah.
Pengharapan Jeff terkabul, Slenderman muncul dari dalam hutan. Terlihat agak enggan untuk keluar dari teritorinya. Namun akhirnya, dia pun keluar dan langsung menerjang Jeff. Insting sang psikopat kembali menajam, dia meloncat menyongsong si pria jangkung. Jeff dengan segera terjerat oleh tentakel musuhnya, dan dihempaskan membentur pohon terdekat.
Jeff menebaskan pisaunya ke sulur yang menjeratnya. Dan dia berhasil memotong salah satu lengan asli Slenderman. Darah mengucur dari lukanya. Walaupun begitu sang sosok pucat tak menunjukan emosi apapun, dan hendak menyerang Jeff lagi. Dia terus mengayunkan tubuh Jeff membentur pepohonan, dan bebatuan tajam, sehingga pisau di tangan Jeff terlepas dari genggamannya, jatuh ke tanah bersamaan dengan Jeff. Bertubrukan dengan daratan pisau itu membalik dan menusuk perut Jeff secepat kilat. Darah merembesi jaketnya, dan segera menggenangi tanah dengan cairan merah. Dia bangkit dengan agak sempoyongan.
"Cuma itu kemampuanmu Slendy?" "pukulan ayahku dengan sabuknya lebih kuat daripada ranting ranting lengan anehmu yang lemah itu!"
Slenderman tetap tak merespon, dan langsung menyerang. Dia merenggut sebuah batu besi dari salah satu makam, tapi sebelum dia berhasil meraihnya, Jeff sudah mencabut pisau yang tertancap di perutnya lalu kemudian melemparkannya menghunus ke arah Slenderman. Keakuratan lemparan Jeff tak diragukan, pisau itu menebas salah satu lengan si pria jangkung.
Lengan kiri Slenderman terputus, jatuh ke tanah dengan suara gedebuk. Dan segera terguyur oleh darah kental yang mengucur dari bahunya. Lengan itu benar benar basah oleh darah. Dengan cepat Slenderman menghilang dalam kegelapan, namun mendadak muncul di belakang Jeff. Di tangan kanannya tergenggam sepotong batu granit, yang kemudian langsung di hunjamkan ke samping kepala Jeff. Jeff terhempas ke tanah sekali lagi, hampir tak sadarkan diri.
Belum pulih dari ketidaksadarannya, dia sudah berada dalam jeratan si pria jangkung, yang kemudian melemparkan tubuhnya ke arah nisan nisan makam. Menghancurkan sebuah nisan oleh benturan dengan tubuh Jeff . Jeff kembali bangkit sekali lagi, matanya terfokus pada nisan yang hancur itu, dan kedua bola mata hitamnya melebar.
Jeff segera mengenali tulisan yang terukir di sana. Tulisan dari nama saudaranya, Liu. Sesuatu merasuk dalam diri Jeff. Amarah yang tak terbendung tiba tiba memenuhinya, dan dia merangsek menuju ke arah Slenderman dengan kecepatan luar biasa. Pisaunya segera menebas tembus ke pakaian Slenderman, dan menghunus kulit pucatnya. Slenderman mulai melakukan teleportasi dan berpindah pindah tempat lagi ke sepenjuru hutan.
"Ayolah jahanam, aku belum selesai denganmu!" seru Jeff. "Aku ingin membantumu tidur nyenyak Randy! Kau kelihatan lelah banget!"
Apapun itu yang merasuki Jeff membuat kegilaan menguasainya. Dia menjadi hilang akal. Dia berlari mengejar Slenderman, kembali memasuki hutan. Begitu bernafsu menerjang pepohonan, tanpa mewaspadai tempat di sekitarnya.
Jeff masuk lebih jauh ke dalam hutan, memburu si jangkung. Jeff kurang berhati hati sehingga dia tersandung sebuah dahan pohon. Diapun tersungkur ke tanah, pecahan kaca menggores tubuhnya, dan semua isi kantong jaket Jeff terlontar keluar. Barang barang itu bertebaran di tanah. Jeff mendongak menampakan wajahnya yang penuh luka dan berlumuran darah, tercium olehnya bau alkohol. Jeff tahu dia pernah berada di tempat itu sebelumnya, dimana dia terduduk bersandar ke sebuah pohon dan menjatuhkan botol wiski di tangannya.
Jeff tergesa gesa mencari pisaunya di tanah. Tanganya menyentuh sesuatu yang hangat, yang diharapkannya adalah pisau itu. Jeff segera meraih pemantik api. Dan langsung menyalakannya, guna menerangi keadaan sekitar. Tangannya yang berlumuran darah membasahi pemantik plastik itu. Setelah beberapa kali mencoba memantik, sebuah nyala kecil api oranye akhirnya muncul.
Jeff mengarahkan nyala apinya ke depan supaya dia dapat melihat dimana pisaunya berada, yang ternyata persis di dekatnya. Tapi sebelum dia bergerak meraihnya, tiba tiba Slenderman muncul di hadapannya. Wajah Slenderman yang putih mulus sekarang penuh luka gores dan darah berwarna hitam. Meskipun dia terlihat kesakitan, Slenderman tetap tangguh.
Pemantik di genggaman Jeff terlucut karena darah melicinkan telapak tangannya. Bara api kecil itu terjatuh di tanah. Api kecil itu memercik menghanguskan tanah bersamaan dengan pemantiknya. Kedua makhluk itu hendak segera menjauh dari kobaran api. Namun sebelum mereka berdua cukup menjauh, nyala api itu sudah menyebar akibat alkohol yang sudah membasahi tanah.
Hanya dalam beberapa detik, lidah api menjalari hutan. Jeff segera berlindung, tak ada siapapun yang terbakar.
Slenderman tak menghiraukan apa yang terjadi, dan masih berusaha menyerang Jeff. Jeff melawan balik, tak mempedulikan kobaran api oranye kemerahan yang menjilat jilat menghanguskan tempat di sekelilingnya. Monster jangkung itu menyambar Jeff. Jeff menghunuskan pisaunya dan melompat.
Sayangnya, Jeff tertangkap dan tersangkut di jeratan tentakel Slenderman. Si jangkung mulai membanting banting Jeff, Jeff pun tak diam saja, dia memukuli Slenderman, dan suara retakan tulang terdengar kencang. Rasa sakit dadakan itu, mengejutkan Slenderman, yang langsung menghempaskan tubuh Jeff membentur sebuah pohon raksasa. Benturan itu menimbulkan nyeri yang sangat di punggung Jeff. Masih dalam kesakitan, Jeff melihat sebuah dahan yang besar patah di atasnya kemudian jatuh menusuk dada Jeff.
Keadaan Jeff begitu tragis dengan sebuah dahan pohon panjang tertancap di tubuhnya.
Darah muncrat dari mulut dan lukanya yang menganga sambil dia berteriak kesakitan.
Slenderman pun pergi. Dia melesat menuju area aman, yang belum terjilat kobaran api. Slenderman melihat dari kejauhan Jeff yang berusaha melepaskan diri. Namun pada titik itu, Slenderman tahu Jeff sudah tak mungkin bangkit lagi. Monster pucat itu masih dapat mendengar teriakan Jeff, meskipun jarak mereka sudah sangat jauh. Kemudian diapun melaju melesat pergi dari teritorinya, dan meninggalkan Jeff yang terbakar dalam kobaran api.
Nyala api semakin terang, melingkupi Jeff. Berjuang untuk menghindari panasnya yang membara, dia merangkak menjauh dari pohon besar itu. Api menelan
Jeff, segalanya terbakar. Dia terbungkus dalam kobaran merah itu, tak ada harapan tersisa untuk Jeff. Dia sudah kehilangan kewarasannya sejak dulu kala, namun kali ini berbeda. Dia sudah mencapai batasnya, dan semua kenangannya terbakar bersama seluruh hutan.
***
"Seorang gadis remaja bernama Sarah Burgess dilaporkan menghilang. Terakhir kali dia terlihat berada di Drop In Bar&Grill sekitar pukul 9 malam. Jika anda tahu dimanakah Sarah Burgess berada sekarang mohon untuk menghubungi yang berwenang di nomor 404-835-TOLONG (4357).
Berita selanjutnya, sebuah kebakaran besar yang melalap hutan merambat hingga ke lingkungan warga, penyebabnya masih belum di ketahui. Petugas sedang mempelajari sisa sisa dari hutan. Setelah api berhasil di padamkan. Musibah ini pasti akan banyak membunuh hewan yang hidup di hutan yang dulunya rimbun ini. Berita lebih lanjut akan segera kami siarkan."
Mark mematikan televisinya, dan merebah di sofa.
"Hey sayang, kamu mau pergi melihat hutan itu nggak? Memeriksa bagaimana bentuknya sekarang? Mereka sudah memadamkan apinya kok. Juga ada berita tentang gadis yang hilang, mungkin saja kita bisa menemukannya sembari mengecek hutan."
"Bisa lain kali saja perginya? Aku sibuk sekali Mark, dan lagi para polisi saja tidak bisa menemukan gadis itu, apalagi kita!" protes Julia.
Mark membantah, "Oh ayolah, tak ada ruginya kan. Takkan lebih dari lima menit perjalanan kok!"
"Oke oke baiklah, tapi hanya lima menit ya!"
Pria itu memakai sepatunya, dan pergi meninggalkan rumah bersama sang istri. Ketika mereka mendekat ke arah sisa sisa hangus hutan itu, terlihat sesuatu bergerak di hadapan mereka. Bentuknya seperti menyerupai manusia. Saat mereka sudah berada lebih dekat pada sesuatu itu, mereka mendapati makhluk itu punya banyak luka bakar di sekujur wajah.
Makhluk itu sama sekali tak mempunyai kelopak mata, dan mulutnya menampakan luka sobek membentuk seringai aneh. Wajahnya benar benar putih, dengan sedikit ke abu abuan seperti sengaja di bakar sendiri. Rambutnya yang hitam dan panjang tampak gosong awut awutan. Mereka mendekatinya untuk melihat lebih jelas, dan Mark berseru,
"Hey bung, kau butuh bantuan?"
"Mark jangan, kita bahkan tak tahu dia itu apa! Bisa saja dia pembunuh gila yang belakangan ini terdengar!" Bisik Julia ketakutan.
Namun tiba-tiba, makhluk itu bangkit dan bergerak perlahan mendekati mereka, dia memamerkan sebilah pisau berlumuran cairan merah kental.
"Aku nggak butuh apapun, tapi kuberitahu sepertinya kau yang harus di bantu untuk tidur."
Jeff menebaskan pisaunya secepat kilat mengenai leher Mark yang kemudian jatuh tersungkur di tanah. Istrinya pun segera berteriak histeris. Namun hanya sekejap, karena dia yang selanjutnya begitu Jeff menusukan pisaunya tepat di jantung wanita itu.
"Kau nggak perlu meng-khawatirkanku. Tidurlah saja yang nyenyak."
Dia kembali teringat, saat itu di sebuah bar. Dia datang bersama beberapa teman, menikmati pesta malam yang menyenangkan. Takkan terjadi apa apa, itulah yang dia kira.
Sekarang dengan gemetaran, dia berjalan melewati gedung satu ke gedung lainnya pada pukul tiga pagi. Semuanya tampak buram. Dia melewati sebuah motel tua penuh tikus, dan sebuah pub.
Sarah terus menyusuri pinggiran jalan sekitar tempat tinggalnya, yang di kelilingi oleh rimbunan lebat pepohonan. Dia berjalan, sesekali memejamkan mata untuk beberapa saat.
Berlindung di balik jaketnya untuk sedikit kehangatan dari hujan yang mengguyur tubuhnya dan terasa seperti sangat lama. Sesaat sebelum kelopak matanya berkedip, sesuatu berkilat di sudut penglihatan Sarah. Sontak saja dia kembali terbelalak, dan pupilnya melebar. Dia melihat ke sekeliling.
Tak nampak apapun karena gelap dan derasnya hujan. Dia berbalik dan melanjutkan berjalan, berharap segera sampai di rumah. Sembari dia terus menoleh kesana kemari, teringat olehnya sebuah jalan pintas yang pernah dia lewati dulu saat kanak kanak ketika sedang bermain petak umpet dengan teman teman masa kecilnya.
Namun jalan itu terjulur menembus hutan. Sarah yang kedinginan merasa ragu, tapi kemudian memutuskan bahwa jalan pintas tersebut akan mempercepat sampainya dia di rumahnya yang hangat.
Sarahpun melangkah menuju hutan. Ketika dia hendak berjalan memasuki hutan, terlihat tiga pepohonan bergambar sebuah tanda. Tanda yang tak dimengerti olehnya, tampak seperti sebuah lingkaran dengan silang X ditengah tengah. Dia kemudian tahu tanda itu tak berarti, jadi dia menganggap mungkin itu simbol dari geng atau semacamnya. Diapun memasuki hutan, dan terkenang akan masa masa indahnya dulu saat dia masih kecil. Dengan lantang dia berbicara dalam hati kepada dirinya sendiri,
"Aku rindu saat saat itu. Dulu sekali ketika dunia masih bukan tempat yang bur-"
Suaranya terpotong. Sarah mendengar bunyi ranting patah yang keras jauh dari arah belakangnya. Ketakutan, diapun mulai berlari menembus hutan, dan segera saja dia kehilangan arah. Dia terus berlari ke segala arah, berharap menemukan jalan keluar. Karena begitu panik kakinya tersandung akar yang menjulur di tanah, diapun terjatuh. Keinginan untuk segera berdiri membuat kakinya semakin nyeri. Persendiannya terkilir.
"Seseorang aku mohon... Tolong aku!" teriaknya.
Gemerisik dedaunan kembali terdengar. Dia ingin segera bangkit dan berlari, namun luka itu membuatnya tak mampu bergerak. Dia memejamkan mata dengan panik, ketika dia membuka mata, seorang pria pucat, tinggi, dengan setelan jas hitam berdiri di hadapannya. Segera penglihatannya memburam karena sosok pria itu. Gadis itu mulai menjerit ngeri, tapi segera terbungkam oleh pria yang berada persis di hadapannya dalam kegelapan.
****************************
Pukul empat pagi. Seorang yang dahulu remaja muda, sekarang adalah psikopat berdarah dingin. Jeff the killer baru saja menyelesaikan apa yang di sebutnya sebagai "kegiatan harian". Yaitu pembantaian orang orang tak bersalah, itu adalah hal yang selalu memenuhi otak Jeff. Dia menyeret kakinya menapaki semen basah dan memasuki tempat yang dianggapnya sebagai rumah selama bertahun tahun. Jeff melangkahkan kaki memasuki dunia kenangan tragis, sambil menggenggam dua botol wiski dengan satu tangan. Jeff sudah menjadi mesin pembunuh mabuk.
Pikirannya di penuhi aroma pembunuhan. Pikiran yang sudah bersemayam di otak saikonya sejak dia lahir. Tetesan air hujan membentur atap rumah usang itu, dan Jeff teringat akan malam dimana dia telah membantai seluruh anggota keluarganya. Dia terkekeh oleh kenangan itu. Bukan karena kegilaanya, mungkin karena dia berpikir akan penyesalan. Rasa bersalah yang dalam karena telah merenggut nyawa dari orang orang yang dia cintai dulu. Tapi perasaan seperti itu sungguh tidak mungkin saat ini. Karena Jeff hanya tercipta untuk satu tujuan, hanya satu. Kematian.
Jam lima lebih enam menit pagi. Dia meneguk alkoholnya.
"Ngapain juga aku duduk disini..!" Jeff menggerutu.
Kemudian dia bangkit berdiri dan berjalan keluar, merentangkan tubuhnya, dan kembali menelan seteguk wiski. Alkohol melumuri bibir berdarahnya yang hangat, dan terasa olehnya suatu sensasi yang aneh. Sesuatu yang genting menohok pemikirannya. Dia berdiri mematung di ruangan itu, menatap keluar ke arah hutan di seberang sana. Jeff memeriksa kantungnya, yang berisi rokok, pemantik, dan tentu saja sebilah pisau. Jeff tahu ada sesuatu yang salah. Perasaan yang menohok itu adalah campuran dari hasrat untuk membunuh lagi, dan sesuatu yang sangat berbeda dari yang pernah dia rasakan.
Dia menerjang keluar dari rumahnya, menuju kedalam malam yang dingin dan basah. Sekarang Jeff berada di sebuah jalan gelap, penerangannya hanya bersumber dari lampu jalan yang remang remang. Hujan masih mengguyur, membasahi punggung Jeff. Dia mulai melangkah menuju hutan. Dengan agak sempoyongan, karena pengaruh alkoholnya yang terlalu keras. Si pembantai itu pun memasuki hutan lebat di hadapannya.
Sekilas dia menoleh ke kiri. Jeff tak terlalu jauh dari pemakaman. Dia melangkah melewatinya. Sebuah pemikiran merangsek otak Jeff, seperti angin yang bertiup di siang bolong. Sisa sisa dari keluarganya berada di pemakaman itu, hanya berjarak satu kaki darinya, dan membuatnya tertegun.
Dia menggerakkan kakinya menuju ke pemakaman. Dia terpeleset beberapa kali saat jaraknya semakin dekat. Dia pun tiba di sana. Bau busuk kematian dari Jeff menyebar, dari jaket yang berlumur darah para korbannya. Jeff memandang ke sebuah nisan batu yang lembab. Penglihatannya terlalu kabur untuk membaca tulisan yang terukir di sana, karena itu, diapun hanya berdiri dan menatap dalam diam. Batin Jeff mulai terasa pilu, dan tenggorokannya mengering. Perasaan yang di rasakanya beberapa menit yang lalu kembali muncul.
Jeff pun segera berbalik menuju hutan. Sambil terhuyung huyung, matanya menerawang ke sebuah pohon yang berada beberapa kaki jauhnya dari yang lain. Tertancap di sana selembar kertas usang. Matanya memburam, dia tak dapat membaca tulisannya. Diapun mengacuhkan hal itu, dan melangkah lebih jauh dalam kegelapan. Saat dia hampir terbiasa dengan keadaan sekitar, hutan terasa seperti rumah yang sesungguhnya.
Sambil mencengkeram botol wiski, dia meneliti keseluruhan hutan dalam keadaan mabuk total. Kegelapan hutan mengingatkan Jeff akan sebuah aula gelap, dimana dia bisa dengan mudah menggorok leher para korbannya tanpa terlihat.
Dia melanjutkan penjelajahan, dan semakin terpesona. Kegelapan yang hampa melingkupinya. Berbisik dia pada dirinya sendiri sesuatu yang tak jelas, dia mulai berlari kecil. Ada sesuatu yang terasa agak aneh. Suara gemersak dedaunan terdengar terlalu nyaring untuk derap langkah kakinya sendiri. Jeff merasakan intaian di batas penglihatannya.
"Siapa di sana?" seru Jeff.
Terdengar suara hutan yang biasa, tak ada yang aneh. Suara derik jangkrik semakin riuh sembari Jeff meneliti keadaan sekitarnya.
"Ayolah pengecut, aku tak suka bermain main, apalagi petak umpet."
Setelah berteriak seperti itu, Jeff bisa mendengar gemerisik dari semak terdekat. Dia menebasnya sebelum suara gemerisik itu menghilang lagi. Dan terlihat oleh Jeff makhluk itu.
"Dasar tikus tikus sial, kalian ini memang tak lebih daripada hama."
Teriak Jeff sembari tikus tikus itu menelusup ke semak yang lain.
Jeff pun melanjutkan perjalanannya. Hujan yang mengguyur punggungnya mulai agak reda. Penglihatannya semakin memburam, dan sebuah suara kencang menyeruak di kepalanya. Yang ternyata hanya imajinasi sinting Jeff, karena hutan tetap sunyi. Langkahnya berderap kencang, dia bersumpah serapah begitu bising. Hal seperti ini tak pernah dia risaukan sebelumnya.
Kebisingan yang menenggelamkan Jeff lambat laun menghilang. Jeff terduduk menyandar ke pohon. Kedua botol di genggamannya menggelinding ke tanah. Salah satu botol membentur kayu dan pecah berserakan. Suara itu memaksa Jeff kembali tak sadarkan diri. Sembari matanya akan terpejam sekali lagi, penglihatan kaburnya segera terbuka oleh sesuatu berbentuk lonjong, dan putih yang mengitarinya. Sepasang matanya segera melotot tajam karena kaget, akan tetapi benda putih itu kembali menghilang.
"Apa apaan itu tadi?"
Jeff terkekeh oleh keterkejutannya sendiri. Trik apalagi yang dimainkan pikirannya?
"Sekarang aku tahu itu bukan tikus, sialan!"
Dia kemudian mulai menyadari bahwa ada sesuatu yang mengintainya dari dalam kegelapan, menguntitnya sejak tadi.
"Sudah cukup, aku tak sudi main main. Dimana kau, dasar sialan!?" bentak Jeff dengan kencang menunggu sebuah respon. Diapun segera mendapat respon. Ketika dia hendak berjalan lagi, dia merasakan gelitikan lembut di lehernya.
"Itu bukan angin sial, pengecut. Keluar dari semak semak atau kuhabisi kau!" Jeff mulai emosi. Tempat ini benar benar aneh, tapi dia begitu menikmati berada di sana setiap menitnya. Dengan sigap, dikeluarkannya pisau yang berkilau itu dari kantung jaketnya, dan mulai membabati pepohonan di kegelapan.
"Keluarlah kau tolol!" teriaknya. "Tak usah ngumpet terus, aku akan menguliti setiap lapis kulit kayu untuk menggorok lehermu!"
Jeff mengacungkan pisaunya ke arah pohon tinggi dan kurus yang berada di samping kiri penglihatanya, lalu menusuknya. Dia tertegun ketika melihat lebih dekat, bahwa pohon itu, atau yang dia kira pohon memudar di kegelapan dalam sepersekian detik cepatnya. Tak tahu harus bagaimana, dia segera menoleh ke sebelah kanan, dan menghunus ke gelapnya malam. Dia menatap ke rimbunan pepohonan, dan mendapati sesuatu yang tak di duga duga olehnya. Di hadapan bocah saiko itu berdiri pria berbaju hitam, bersih, kurus, dan amat tinggi. Hanya itu awalnya yang diamati Jeff, karena kegelapan mengganggu penglihatannya.
Ketika matanya mulai fokus, dengan cepat dia dapat melihat keseluruhan penampakan pria itu. Yang sangat kurus, berwajah pucat, malah berwarna putih sekali. Sambil Jeff meneliti wajah pria itu, segera dia menyadari bahwa tak ada apapun di wajahnya. "Makhluk" ini tak punya wajah, tidak ada mata, hidung, dan mulut. Hanya kepala putih, dan mulus. Ini membuat Jeff geli, dan segera saja dia terbahak. Dan bukannya terkejut, Jeff malah memaki makhluk di hadapannya itu,
"Jadi kau si tolol yang mengikutiku dari tadi ya heh?"
Tatap Jeff sekali lagi pada wajah kosong itu.
"Kau tahu, aku tak tahu makhluk apaan kau ini, tapi kau mengingatkanku pada diriku sendiri"
"Kau berwajah putih total yang tampan, tapi kau kurang senyuman!"
Jeff tergelak tak terkendali oleh celetukannya sendiri. Belum berhenti tawanya, tiba tiba suara berdenging menyeruak gendang telinganya, hingga membuat Jeff terjatuh. Dia terkungkung oleh kegelapan yang mendadak melingkupinya sambil membekap kedua telinganya yang nyeri. Sosok yang baru saja di ejeknya itu sekarang menyebabkan dia amat sangat kesakitan, bagian wajah makhluk itu yang seharusnya terdapat sepasang mata menghadap lurus ke arah Jeff. Pada titik itu, Jeff terlonjak. Menghempaskan kesakitannya, mengayunkan pisau lagi, dan mulai menebas nebas. Tapi gerakannya sia sia, pria jangkung itu sungguh cepat, hampir seperti berteleportasi ke sana kemari menghindari serangan.
Si pria jangkung menyerang balik. Jeff melihat seperti ada tentakel bergelayut di punggung musuhnya. Yang kemudian menjalar njalar hendak menjerat Jeff, sembari Jeff menebas nebaskan pisaunya ke setiap tentakel yang mendekat. Jeff merangsek dan menebas sesuatu yang tampaknya adalah lengan. Dalam sekejap saja, tentakel itu sudah tumbuh lagi. Membuat Jeff terhenyak. Dia merasa pria itu hampir serupa dengan pohon dengan tentakel itu sebagai ranting ranting nya. Jeff melarikan diri dari hutan, sadar bahwa tak mungkin dia melawan entah makhluk apapun itu di dalam tempat kekuasaanya.
Jeff segera kabur dari penyerangnya, dan mendapati diri sudah sampai di tempat di mana dia tadi masuk ke hutan. Di sebelah kanannya terdapat pemakaman. Tanah lapang. Dia berlari menembus rimbunan pepohonan, terlihat olehnya sebuah pohon terpisah dari yang lainnya. Pohon yang sama yang tadi di lihatnya. Dia berlari ke arah pohon itu, dan membaca sebuah kertas yang tadi dia lihat dari kejauhan.
"Jangan memasuki hutan saat malam, pria jangkung terlihat berkeliaran di sana belakangan ini, beberapa orang menyebutnya Slenderman. Peringatan, jika masuk tanggung resikonya sendiri."
Makhluk apapun itu yang sedari tadi mengintainya ternyata dijuluki Slenderman. Nama yang sangat cocok dengan perawakan sosok jangkung, dan pucat itu. Jeff tergesa gesa menuju area pemakaman, kemudian menunggu musuhnya di sana, sambil menggenggam pisaunya yang tajam dan berlumuran darah.
Pengharapan Jeff terkabul, Slenderman muncul dari dalam hutan. Terlihat agak enggan untuk keluar dari teritorinya. Namun akhirnya, dia pun keluar dan langsung menerjang Jeff. Insting sang psikopat kembali menajam, dia meloncat menyongsong si pria jangkung. Jeff dengan segera terjerat oleh tentakel musuhnya, dan dihempaskan membentur pohon terdekat.
Jeff menebaskan pisaunya ke sulur yang menjeratnya. Dan dia berhasil memotong salah satu lengan asli Slenderman. Darah mengucur dari lukanya. Walaupun begitu sang sosok pucat tak menunjukan emosi apapun, dan hendak menyerang Jeff lagi. Dia terus mengayunkan tubuh Jeff membentur pepohonan, dan bebatuan tajam, sehingga pisau di tangan Jeff terlepas dari genggamannya, jatuh ke tanah bersamaan dengan Jeff. Bertubrukan dengan daratan pisau itu membalik dan menusuk perut Jeff secepat kilat. Darah merembesi jaketnya, dan segera menggenangi tanah dengan cairan merah. Dia bangkit dengan agak sempoyongan.
"Cuma itu kemampuanmu Slendy?" "pukulan ayahku dengan sabuknya lebih kuat daripada ranting ranting lengan anehmu yang lemah itu!"
Slenderman tetap tak merespon, dan langsung menyerang. Dia merenggut sebuah batu besi dari salah satu makam, tapi sebelum dia berhasil meraihnya, Jeff sudah mencabut pisau yang tertancap di perutnya lalu kemudian melemparkannya menghunus ke arah Slenderman. Keakuratan lemparan Jeff tak diragukan, pisau itu menebas salah satu lengan si pria jangkung.
Lengan kiri Slenderman terputus, jatuh ke tanah dengan suara gedebuk. Dan segera terguyur oleh darah kental yang mengucur dari bahunya. Lengan itu benar benar basah oleh darah. Dengan cepat Slenderman menghilang dalam kegelapan, namun mendadak muncul di belakang Jeff. Di tangan kanannya tergenggam sepotong batu granit, yang kemudian langsung di hunjamkan ke samping kepala Jeff. Jeff terhempas ke tanah sekali lagi, hampir tak sadarkan diri.
Belum pulih dari ketidaksadarannya, dia sudah berada dalam jeratan si pria jangkung, yang kemudian melemparkan tubuhnya ke arah nisan nisan makam. Menghancurkan sebuah nisan oleh benturan dengan tubuh Jeff . Jeff kembali bangkit sekali lagi, matanya terfokus pada nisan yang hancur itu, dan kedua bola mata hitamnya melebar.
Jeff segera mengenali tulisan yang terukir di sana. Tulisan dari nama saudaranya, Liu. Sesuatu merasuk dalam diri Jeff. Amarah yang tak terbendung tiba tiba memenuhinya, dan dia merangsek menuju ke arah Slenderman dengan kecepatan luar biasa. Pisaunya segera menebas tembus ke pakaian Slenderman, dan menghunus kulit pucatnya. Slenderman mulai melakukan teleportasi dan berpindah pindah tempat lagi ke sepenjuru hutan.
"Ayolah jahanam, aku belum selesai denganmu!" seru Jeff. "Aku ingin membantumu tidur nyenyak Randy! Kau kelihatan lelah banget!"
Apapun itu yang merasuki Jeff membuat kegilaan menguasainya. Dia menjadi hilang akal. Dia berlari mengejar Slenderman, kembali memasuki hutan. Begitu bernafsu menerjang pepohonan, tanpa mewaspadai tempat di sekitarnya.
Jeff masuk lebih jauh ke dalam hutan, memburu si jangkung. Jeff kurang berhati hati sehingga dia tersandung sebuah dahan pohon. Diapun tersungkur ke tanah, pecahan kaca menggores tubuhnya, dan semua isi kantong jaket Jeff terlontar keluar. Barang barang itu bertebaran di tanah. Jeff mendongak menampakan wajahnya yang penuh luka dan berlumuran darah, tercium olehnya bau alkohol. Jeff tahu dia pernah berada di tempat itu sebelumnya, dimana dia terduduk bersandar ke sebuah pohon dan menjatuhkan botol wiski di tangannya.
Jeff tergesa gesa mencari pisaunya di tanah. Tanganya menyentuh sesuatu yang hangat, yang diharapkannya adalah pisau itu. Jeff segera meraih pemantik api. Dan langsung menyalakannya, guna menerangi keadaan sekitar. Tangannya yang berlumuran darah membasahi pemantik plastik itu. Setelah beberapa kali mencoba memantik, sebuah nyala kecil api oranye akhirnya muncul.
Jeff mengarahkan nyala apinya ke depan supaya dia dapat melihat dimana pisaunya berada, yang ternyata persis di dekatnya. Tapi sebelum dia bergerak meraihnya, tiba tiba Slenderman muncul di hadapannya. Wajah Slenderman yang putih mulus sekarang penuh luka gores dan darah berwarna hitam. Meskipun dia terlihat kesakitan, Slenderman tetap tangguh.
Pemantik di genggaman Jeff terlucut karena darah melicinkan telapak tangannya. Bara api kecil itu terjatuh di tanah. Api kecil itu memercik menghanguskan tanah bersamaan dengan pemantiknya. Kedua makhluk itu hendak segera menjauh dari kobaran api. Namun sebelum mereka berdua cukup menjauh, nyala api itu sudah menyebar akibat alkohol yang sudah membasahi tanah.
Hanya dalam beberapa detik, lidah api menjalari hutan. Jeff segera berlindung, tak ada siapapun yang terbakar.
Slenderman tak menghiraukan apa yang terjadi, dan masih berusaha menyerang Jeff. Jeff melawan balik, tak mempedulikan kobaran api oranye kemerahan yang menjilat jilat menghanguskan tempat di sekelilingnya. Monster jangkung itu menyambar Jeff. Jeff menghunuskan pisaunya dan melompat.
Sayangnya, Jeff tertangkap dan tersangkut di jeratan tentakel Slenderman. Si jangkung mulai membanting banting Jeff, Jeff pun tak diam saja, dia memukuli Slenderman, dan suara retakan tulang terdengar kencang. Rasa sakit dadakan itu, mengejutkan Slenderman, yang langsung menghempaskan tubuh Jeff membentur sebuah pohon raksasa. Benturan itu menimbulkan nyeri yang sangat di punggung Jeff. Masih dalam kesakitan, Jeff melihat sebuah dahan yang besar patah di atasnya kemudian jatuh menusuk dada Jeff.
Keadaan Jeff begitu tragis dengan sebuah dahan pohon panjang tertancap di tubuhnya.
Darah muncrat dari mulut dan lukanya yang menganga sambil dia berteriak kesakitan.
Slenderman pun pergi. Dia melesat menuju area aman, yang belum terjilat kobaran api. Slenderman melihat dari kejauhan Jeff yang berusaha melepaskan diri. Namun pada titik itu, Slenderman tahu Jeff sudah tak mungkin bangkit lagi. Monster pucat itu masih dapat mendengar teriakan Jeff, meskipun jarak mereka sudah sangat jauh. Kemudian diapun melaju melesat pergi dari teritorinya, dan meninggalkan Jeff yang terbakar dalam kobaran api.
Nyala api semakin terang, melingkupi Jeff. Berjuang untuk menghindari panasnya yang membara, dia merangkak menjauh dari pohon besar itu. Api menelan
Jeff, segalanya terbakar. Dia terbungkus dalam kobaran merah itu, tak ada harapan tersisa untuk Jeff. Dia sudah kehilangan kewarasannya sejak dulu kala, namun kali ini berbeda. Dia sudah mencapai batasnya, dan semua kenangannya terbakar bersama seluruh hutan.
***
"Seorang gadis remaja bernama Sarah Burgess dilaporkan menghilang. Terakhir kali dia terlihat berada di Drop In Bar&Grill sekitar pukul 9 malam. Jika anda tahu dimanakah Sarah Burgess berada sekarang mohon untuk menghubungi yang berwenang di nomor 404-835-TOLONG (4357).
Berita selanjutnya, sebuah kebakaran besar yang melalap hutan merambat hingga ke lingkungan warga, penyebabnya masih belum di ketahui. Petugas sedang mempelajari sisa sisa dari hutan. Setelah api berhasil di padamkan. Musibah ini pasti akan banyak membunuh hewan yang hidup di hutan yang dulunya rimbun ini. Berita lebih lanjut akan segera kami siarkan."
Mark mematikan televisinya, dan merebah di sofa.
"Hey sayang, kamu mau pergi melihat hutan itu nggak? Memeriksa bagaimana bentuknya sekarang? Mereka sudah memadamkan apinya kok. Juga ada berita tentang gadis yang hilang, mungkin saja kita bisa menemukannya sembari mengecek hutan."
"Bisa lain kali saja perginya? Aku sibuk sekali Mark, dan lagi para polisi saja tidak bisa menemukan gadis itu, apalagi kita!" protes Julia.
Mark membantah, "Oh ayolah, tak ada ruginya kan. Takkan lebih dari lima menit perjalanan kok!"
"Oke oke baiklah, tapi hanya lima menit ya!"
Pria itu memakai sepatunya, dan pergi meninggalkan rumah bersama sang istri. Ketika mereka mendekat ke arah sisa sisa hangus hutan itu, terlihat sesuatu bergerak di hadapan mereka. Bentuknya seperti menyerupai manusia. Saat mereka sudah berada lebih dekat pada sesuatu itu, mereka mendapati makhluk itu punya banyak luka bakar di sekujur wajah.
Makhluk itu sama sekali tak mempunyai kelopak mata, dan mulutnya menampakan luka sobek membentuk seringai aneh. Wajahnya benar benar putih, dengan sedikit ke abu abuan seperti sengaja di bakar sendiri. Rambutnya yang hitam dan panjang tampak gosong awut awutan. Mereka mendekatinya untuk melihat lebih jelas, dan Mark berseru,
"Hey bung, kau butuh bantuan?"
"Mark jangan, kita bahkan tak tahu dia itu apa! Bisa saja dia pembunuh gila yang belakangan ini terdengar!" Bisik Julia ketakutan.
Namun tiba-tiba, makhluk itu bangkit dan bergerak perlahan mendekati mereka, dia memamerkan sebilah pisau berlumuran cairan merah kental.
"Aku nggak butuh apapun, tapi kuberitahu sepertinya kau yang harus di bantu untuk tidur."
Jeff menebaskan pisaunya secepat kilat mengenai leher Mark yang kemudian jatuh tersungkur di tanah. Istrinya pun segera berteriak histeris. Namun hanya sekejap, karena dia yang selanjutnya begitu Jeff menusukan pisaunya tepat di jantung wanita itu.
"Kau nggak perlu meng-khawatirkanku. Tidurlah saja yang nyenyak."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar